Ada hubungan erat antara kondisi obesitas dan prolaps organ panggul. Semakin berat beban tubuh wanita semakin berat pula beban yang ditanggung dasar panggulnya.
Prolaps organ panggul (POP) meski tak selalu mengancam jiwa, tapi benar-benar mengurangi kualitas hidup pada wanita.
Hubungan antara obesitas dan Prolaps Organ Panggul (POP) juga masih terus diteliti. Namun analisis statistik dari banyak penelitian menunjukkan bahwa memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30, meningkatkan peluang wanita mengalami prolaps organ panggul.
Belum lagi indeks massa tubuh yang tinggi secara signifikan diketahui meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, radang sendi, dan kondisi ginekologis seperti fibroid rahim, disfungsi menstruasi, dan infertilitas.
Keluhan kesehatan akibat lemah atau rusaknya prolaps organ panggul ini bisa berbagai macam bentuknya dan bisa juga dialami sekaligus.
Beberapa jenis keluhan akibat POP adalah :
-Turun peranakan atau turun berok yang disebut sebagai Prolaps uteri.
-Prolaps kandung kemih (sistokel) yang juga bisa menyebabkan inkontinensia urin.
-Turunnya rektum ke vagina atau disebut prolaps rektum yang juga bisa menyebabkan inkontinensia fekal.
-Disfungsi seksual pada wanita.
Wanita bisa sangat berisiko mengalami POP akibat proses penuaan yang mengakibatkan melemahnya otot panggul, serta proses hamil dan melahirkan yang tidak terpantau dengan baik secara medis.
Satu lagi yang bisa memperparah adalah hubungan kelebihan berat badan atau obesitas dan prolaps organ panggul.
Akibat obesitas dan prolaps dasar panggul bisa terjadi karena tekanan organ dalam perut ke dasar panggul jadi semakin berat.
“Karenanya untuk ibu hamil kondisi ini harus sangat terpantau,” kata Dr. dr. Budi Iman Santoso, Sp.O.G, Subsp.Urogin RE, MPH, spesialis uroginecologi rekonstruksi di Juncenter, RS YPK Mandiri, Jakarta.
Indeks Massa Tubuh (IMT) ibu harus diketahui bukan hanya saat hamil.”Tapi bahkan sebelum memulai hamil. Hamil benar-benar harus terprogram dan terencana,”katanya.
Akibatnya, jika seorang ibu sudah mengalami obesitas sebelum hamil ditambah dengan tambahan berat bayi, air ketuban dan sebagainya bisa dibayangkan bagaimana beban dasar panggulnya.
Saat kondisi obesitas plus kehamilan sudah terlanjur berlangsung, maka pasien dan dokter harus bekerja sama bagaimana agar dasar panggul tetap terjaga.
Salah satunya dengan memantau, bahwa dalam jangka waktu tiga bulan setelah melahirkan, seluruh kondisi dasar panggul sudah kembali normal. “Setelah itu bisa dipantai secara berkala setiap beberapa tahun,” kata Prof. Budi Iman Santoso.
Karena pada beberapa kasus POP muncul setelah sekian tahun, ketika beberapa kondisi risiko sebelumnya tidak dijaga dan dipantau.
Penelitian tentang obesitas dan prolaps dasar panggul:
Dikutip dari National Library of Medicine, sebuah penelitian pernah dilakukan untuk melihat gejala POP pada wanita obesitas dan kelebihan berat badan, sebelum dan sesudah program penurunan berat badan.
Penelitian tahun 2014 tentang gejala prolaps pada wanita obesitas dan overweight sebelum dan sesudah penurunan berat badan oleh tim yang terdiri dari Deborah L.Myers, M.D Vivian W.Sung, M.D dan teman-temannya. Tema penelitian adalah “Program to Reduce Incontinence by Diet and Exercise (PRIDE)”.
Sejumlah 338 wanita diteliti intensif selama enam bulan. Baik program penurunan berat badan atau edukasi kesehatannya. Para wanita ini sudah merasakan ada benjolan akibat POP.
Kesimpulan singkat disebutkan bahwa penurunan berat badan tidak memperbaiki gejala prolaps yang mengganggu. Gejala POP tersebut mengacu pada munculnya ada perasaan adanya tonjolan di dasar panggul.
Apa solusi untuk masalah ini?
Di Juncenter solusi untuk masalah obesitas dan prolaps misalnya :
-Pengendalian berat badan.
-Penguatan dasar panggul dengan berbagai terapi non-bedah seperti: kursi elektronik Nova-mag, O-Shot dengan Platelet Rich Plasma, Femilift, Laser CO2 dan sebagainya.
-Dengan pembedahan seperti Transobturator Tape (TOT), pemasagan pessarium, dan sebagainya. (***)